Tuesday, January 27, 2015
Senyum Bahagia Ayah Bunda
SENYUM BAHAGIA AYAH BUNDA
Oleh Tania Fajarwati
Aku adalah anak pertama dari empat bersaudara. Nama ku adalah Dina
Shofia. Usia ku sebelas tahun. Aku
duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Aku berasal dari keluarga yang kurang
mampu. Kegiatan keseharian ku adalah sekolah dan membantu ibu berjualan sayur-sayuran di pasar. Sebenarnya dulu ibu
bekerja sebagai karyawan di toko buku, tetapi karena toko buku itu bangkrut ibu
terpaksa berhenti bekerja, dan akhinya ibu memutuskan untuk berjualan sayur di
pasar. Alhamdullah penghasilan ibu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga
sehari-hari.
Suatu hari bapak terbaring lemah di tempat tidur. Badan bapak panas sekali,
bapak mual-mual dan tidak nafsu makan. Ibu binggung, kemarin sepertinya bapak
tidak apa-apa. Sudah tiga hari bapak berada di rumah dan belum di bawa ke
puskesmas. Karena puskesmas nya jauh dari rumah kami, dan kami pun tidak mempunyai
kendaraan untuk membawa bapak berobat. Pada akhirnya ada tetangga kami yang mau
membantu kami. Di bawalah bapak ke puskesmas, pada saat di jalan bapak terlihat
sangat lemas sekali, mukanya pucat. Bapak berpesan kepada kami “ jagalah diri
kalian, lindungilah ibumu nak, banggakan semua orang yang mengenalmu.
Suatu saat nanti bapak ingin semua anak
bapak berhasil! Berguna bagi semua orang. Bapak sayang kalian.”
Tanpa terasa
air mata telah membasahi pipiku, bapak telah pergi meninggalkan kami. “ ya
allah ampunilah dosa bapak, terimalah semua amal ibadahnya, semoga bapak
mendapatkan tempat terbaik di sisi-Mu.”
Amin ya rabbal’alamin
Tidak terasa satu tahun sudah bapak pergi meninggalkan kami. Kini aku sudah
berusia dua belas tahun dan sudah berada di tingkat paling atas di sekolah
yaitu kelas enam. Di sini aku harus
belajar lebih giat dan lebih serius! Karena nanti aku akan menghadapi berbagai
macam ujian. Salah satunya adalah Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Aku harus bisa mendapatkan nilai
yang terbaik, aku ingin membanggakan ibu dan alm. Bapak.
Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa UASBN sudah aku lewati, dan hari
ini sekolah ku mengadakan acara perpisahan. Hasil UASBN akan di umumkan, aku khawatir, aku takut
kalau ternyata nilai ku tidak memuaskan. Tiba-tiba teman di sebelahku menepuk
dan menmanggil nama ku. Aku pun terkejut dan ternyata dari tadi nama ku di
panggil oleh kepala sekolah ku. Beliau memberi
ku sebuah amplop sambil mengucapkan “selamat nak”. Aku pun tak sabar
untuk melihat isi dari amplop itu, setelah aku membuka isi amplopnya ternyata
NEM ku sangat memuaskan. Aku mendapat nilai yang paling tinggi di antara
teman-teman ku yang lain. Pihak sekolah memberi ku beasiswa sampai Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Aku pun ingin cepat-cepat memberi tahu ibu.
Sesampainya di rumah…
“Ibu, ibu,
ibu..” aku memanggil ibu sambil mencarinya.” Huft, mungkin ibu sedang tidak ada
di rumah. Mungkin sebentar lagi ibu datang.”
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah ku. “assalamualaikum” dengan cepat aku segera membukakan pintu “
pasti itu ibu! Aku yakin.”
“waalaikumsalam. Silahkan masuk bi,” ternyata
dugaan ku salah. Itu bukan ibu tetapi bi Ita. Kok bi Ita udah pulang, ibu belum yah? “ibu kemana bi?” Tanya ku
“Dina, ibumu
kecelakaan. Ibumu tertabrak mobil pada saat perjalanan pulang ke rumah, sekarang ayo kamu ikut bibi.”
“Aku tidak
percaya! Pasti ini salah. Pasti yang kecelakaan bukan ibu.”
“ayo din, ikut
bibi”
“ itu Din, itu
ibumu.” Dengan cepat aku menghampiri
ibu.
“Ibu, ibu
kenapa? Bangun ibu, bangun!” ibu pun segera di bawa ke rumah sakit terdekat
dengan ambulance. Aku selalu mengikuti Ibu kemanapun ibu di bawa.
“Tunggu
sebentar ya dik. Kamu dialarang masuk” kata seorang suster.
Akhirnya aku menunggu ibu di luar ruangan bersama bibi. Aku sangat panik.
“ya allah semoga tidak terjadi apa-apa dengan ibu.” Ammin
Sudah tiga
puluh menit ibu di dalam, lama sekali dokter memeriksa ibu.
Tidak lama
kemudian. Ada seorang dokter menghampiri ku. “ apakah anda keluarga ibu Mira?”
Tanya dokter. “iya dok, betul saya keluarga ibu Mira. Bagaimana keadaan
kaka saya dok?” jawab bibi Ita.” Ibu
saya baik-baik saja kan dok?” Sahut Dina. “maaf kami sudah berusaha sekeras
mungkin untuk menyelamatkan ibumu. Tapi
mungkin allah berkehendak lain.” Jawab
dokter itu
Aku pun tak
kuasa menahan tangis. Aku segera pergi meninggalkan dokter itu dan bibi. “ini
gak mungkin! Kenapa secepat ini ibu pergi meninggalkan kami ya allah.. mengapa
engkau secepat itu menggambil nyawa ibu ku ya allah, setelah kemarin bapak
pergi meninggalkan kami. Apa salah dan dosa kami ya allah, sampai engkau tega
mengambil nyawa bapak dan ibu kami secepat itu.” “Dina sudah nak, tidak baik
bicara seperti itu kepada allah. Mungkin allah memberikan yang terbaik untuk
kita”. “Tapi bi, ku ingin menunjukkan sesuatu sama ibu, aku mempunyai kabar
gembira buat ibu. Aku ingin ibu tau, dan aku yakin ibu pasti senang mendengar
kabar ini. Aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah bi.” “Bibi yakin
din, pasti ibumu akan tau apa yang ingin kamu tunjukkan”
Enam tahun
kemudian…
Hari ini aku
sudah menamati Sekolah Menengah Atas
(SMA). Alhamdulillah lagi-lagi aku mendapatkan basiswa untuk melanjutkan kuliah
di kota Paris. Seandainya Bapak dan Ibu masih ada. Pasti mereka akan bangga
mendengar kabar ini.
Bapak ,
Ibu aku telah berhasil membuat orang
yang mengenalku bahagia. Seandainya engkau masih ada,.. aku ingin melihat
engkau tersenyum bahagia.. Terima kasih ya allah atas semua nikmatmu yang telah
engkau berikan kepada hamba-Mu ini.. aku berharap Bapak dan ibu ku tersenyum
bahagia melihatku, walaupun aku tidak bisa
melihat mereka tersenyum..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment